Kamis, 22 Januari 2015

“PERSEMBAHAN SETAN” PART 5 : DOSA DAN PERINGATAN



  FFN. CODE 3 黒子のバスケ。
            “PERSEMBAHAN SETAN”
PART 5 : DOSA DAN PERINGATAN

            “Kalau kau ingin berlari, berlarilah. Jangan lagi menengok ke belakang, kehidupan memang kejam dan tidak pernah masuk akal tapi karena itulah segala sesuatu bisa terjadi. Seperti dimana orang mati dapat menghampirimu ‘lagi’”
                                                                                                            -Midorima Shintarou-
TAKAO KAZUNARI POV :
Rumah Sakit Pusat. 20.30 p.m
            Saat ini aku benar-benar kesal.
            Aku bersungut-sungut sambil sesekali mendengus di dalam lift, sementara cowok bertubuh tinggi atletis di sampingku hanya menatap datar tanpa sekalipun menengok ke arahku membuatku bertambah jengkel. Aku Takao Kazunari, anggota tim basket Shuutoku, dan sekarang aku sedang kesal. Aku marah dengan alasan yang jelas kok memangnya aku pikun atau bagaimana melihat adegan paling membuatku ternganga sepanjang hidupku dimana Kinako-chan mengamuk dan terang-terangan menantang Shin-chan, yang lebih parah itu semua disebabkan oleh Shin-chan sendiri. Ah, yang kumaksud adalah Midorima Shintarou, Shooter number one mantan siswa SMP Teikou yang sekarang berada di Shuutoku. 

            Aku memanggilnya begitu hanya untuk lucu-lucuan saja soalnya si cowok berkacamata yang sangat mempercayai Oha-Asa yaitu ramalan bintang dengan Lucky Item miliknya(yang kadang absurd dan diluar batas kewajaran) bila diganggu atau dijadikan bahan lelucon bakal mengamuk –kami biasanya menyebut dia seorang Tsundere – habis dia terlalu jaim di depan kami, saking jaimnnya hingga ingin sekali kutampar bolak-balik dan akan kupastikan akulah yang masuk rumah sakit bukan dia. Sekarang kami dalam perjalanan menuju ke ruang 142 atas panggilan Akashi Seijuurou. 

            “Sampai kapan kau mau berwajah begitu?” tanya Shin-chan sambil menekan tombol tanda bahwa kami sudah sampai lantai tujuan, aku mengerling dan mengernyitkan alisku.
“Sampai kau menyadari kalau perkataanmu pada Kinako-chan itu keterlaluan” cetusku, Shin-chan terdiam sebentar sepertinya dia sedikit terkejut dengan jawabanku meski tampangnya tetap saja lempeng. “Dia membuatku sebal, hanya itu” bela Shin-chan, aku mengerling mengikutinya di koridor yang panjang dan berpendar putih. 

“Yeah, dan kau membuat seorang gadis kecil berusia 13 tahun menangis seperti itu aku yakin kalau Seirin menyadari itu kau bakal mendapat masalah besar“ tentu saja, kau pikir aku lupa seseram apa Seirin ketika melawan Touou ketika tahu Kinako menangis karena ucapan Aomine?  Aku jamin bila aku yang melawan mereka di saat seperti itu aku lebih memilih untuk ngacir saja. Tepat seperti dugaanku pundak Shin-chan sedikit menegang(walau samar) itu artinya dia mengingat hal tersebut dengan baik. 

            “Haah, baik-baik aku tidak mau dimusuhi oleh rekan timku sendiri jadi aku ikuti kemauanmu. Aku akan minta maaf pada Kinako setelah urusan ini selesai” kata Shin-chan salah tingkah, aku menyunggingkan senyum kemenangan.

            Ketika kami berjalan cukup lama akhirnya kami menemukan Akashi juga beberapa wajah yang tentunya kami kenal. “Takao-kun” sahut Kuroko, dia terlihat sendirian dan dimana Kagami? “Yoo, sepertinya kalian sedang membicarakan hal penting, ada apa?” tanyaku pada mereka semua tapi bukan jawaban yang kudapat malah keheningan suram yang ada. Oke, perasaanku mulai tidak enak kenapa mereka semua terdiam seperti ini? Aku langsung terkejut ketika melihat ada sosok Sakurai di sebelahku,kondisinya sangat memprihatinkan dengan mata menatap kosong di sekitar matanya terlihat rona merah dan sembap sepertinya dia menangis habis-habisan. 

            “Ng, jadi.. ada apa?” tanyaku lagi. “Midorima-kun kau sudah mendengar hal yang terjadi?” Kuroko menatap tajam ke arah Shin-chan sementara dia membetulkan letak kacamatanya dan mengehela napas sebentar.
“Aku paham kondisinya tentang Kise dan Kohane...” Shin-chan terdiam sebentar “Aku bertemu dengan Kinako dan reaksinya aneh hanya itu. Karena sepertinya masalah ini jauh lebih rumit dari yang kupikirkan”  tentunya Shin-chan tidak menceritakan bagaimana dia dan Kinako bertengkar hebat di depan rumah sakit.  
             “Cih, harusnya aku tahu kalau anak sialan itu menyembunyikan sesuatu” umpat Aomine.
            “Jangan sebut dia seperti itu, Aomine-kun” oke, sepertinya perkataan Aomine menyulut kekesalan Kuroko dan si pemuda berbadan gelap nan menyebalkan tersebut langsung terdiam mendengar kata-kata sedingin es yang terlontar dari kawan lamanya.  “Dai-chan kau tidak boleh berkata begitu, Kinako-chan sama sekali tidak bisa disalahkan dalam hal ini” Momoi seperti biasa menjadi penengah di tengah kesulitan. 

“Lho, mana Kagami?” tanya seorang pria berbadan tinggi tegap sepertinya dia anggota Rakuzan dan namanya kalau tidak salah Mibuchi Rei-san . “Katanya dia ada perlu dengan Himuro-san jadi dia pergi sebentar” jawab Kuroko.

            “Aku berharap dia membawa Kinako juga” tukas Shin-chan.
           
“Akashi, kau kenapa? Dari tadi diam saja” tanya Aomine, Akashi yang sedari tadi sepertinya bergerumul dengan pikirannya tersentak kaget mendengar pertanyaan Aomine. Pemuda bersurai merah itu terdiam sebentar, dahinya mengernyit dan tetap melipat tangannya di depan sambil bersandar di dekat jendela. Suasana ini makin mengerikan saja.
Nee, apa kalian seperti melupakan sesuatu?” Eh. Semua menatap Akashi.

“Apa maksudmu Akashi?” tanya Shin-chan dan aku juga sama penasarannya dengan Shin-chan kalau Akashi tidak mengatakan apa-apa aku bakal mati penasaran sekarang. 

“Entah ini benar atau tidak, tapi aku merasa kalau saat Kinako mengatakan tentang Teikou 3 tahun lalu ada sesuatu yang muncul di kepalaku. Seperti..., ada ingatan yang tidak kuingat” kami semua kebingungan, Akashi bingung apalagi kami tapi setelah itu Akashi terdiam lama. “Apa yang kau lihat di dalam ingatanmu? Jangan bilang kalau ada sesuatu yang terjadi di masa—“ 

“Mi, Midorin...” spontan aku menengok ke belakang dan jantungku nyaris copot ketika aku menemukan sosok tinggi besar mengerikan lebih dari Shin-chan menatap dengan penuh kemarahan!
“MU...MURASAKIBARA...?”  Hell, aku langsung terjengkang ke belakang! Kenapa dia tiba-tiba ada di sini?!
......
..
....
....
 
MURASAKIBARA ATSUSHI POV :
Lapangan pinggir kota. 19.57 (setengah jam sebelumnya) 

            Nyaris aku tersedak ketika melihat pemandangan tidak diduga-duga di depanku.
Saat itu aku sedang bersama dengan Murocchi(yang kumaksud adalah Tatsuya Himuro, partnerku dari SMA Yosen)  dan kami sedang belanja atas perintah kapten kami di sebuah mini market 24 jam, aku nyaris memuntahkan kembali snack di mulutku ketika seorang pelanggan toko mini market tersebut menjerit histeris karena tangannya teriris oleh mesin penghancur kertas dan itu terjadi begitu nyata di depan mata kami. Aku bahkan langsung ternganga melihatnya, Murocchin yang biasanya tenang sampai terlihat gemetaran dan shock, astaga ada apa dengan hari ini? aku mendapat kabar kalau Kise-chin ditusuk oleh pelaku sadis yang belum ditemukan sekarang ada saja kejadian di sekitar kami yang hampir membuat jantungku keluar dari rongganya. 

“Ugh, kita tolong?” tanya Murocchin tapi tentu saja dengan sangat jelas aku menolak, aku menyeret Murocchin keluar dari sana tapi yang kami temukan adalah hujan yang sudah mengguyur, terpaksa kami berteduh(tapi tentunya tidak di mini market seram itu)lalu berjalan dengan tergesa-gesa kemudian kami berteduh di halte tak jauh dari sana. “Apa kau tidak khawatir dengan Kise-kun, Atsushi?” tanya Murocchin yang merapatkan jaketnya dan duduk di bangku halte yang terlihat kosong tanpa seorangpun selain kami tentunya. 

“Ah, yah aku khawatir tapi tadi Kurocchin bilang dia dan yang lain ada di rumah sakit jadi aku sedikit lega” jawabku sekenanya apalagi sekarang hujan dan tidak mungkin aku basah-basahan ke sana, nanti yang ada malah aku yang ke rumah sakit karena di rawat akibat flu musim dingin(aku benci rumah sakit dan bau obat terutama jarum suntik).

Kami sekarang berada tidak jauh dari lapangan basket di pinggir kota, Murocchin bilang dia ada janji dengan Kagamicchin jadi aku menemaninya tapi sepertinya Kagamicchin tidak lekas kemari karena dia pergi ke rumah sakit, kami juga berniat ke sana tapi cuaca tidak mendukung yang paling kusesali adalah kenapa aku tidak bawa payung dari tadi. 

“Apa Kagamicchin tidak kemari?” tanyaku, Murocchin menggeleng itu artinya kemungkinan Kagamicchin ke sini adalah nol besar. “Akan kucoba untuk telepon mungkin dia masih di rumah sakit” Murocchin membuka ponsel flip miliknya dan kemudian mendekatkannya di telinga, terdengar nada tunggu dan tak lama Kagamicchin mengangkatnya. 

“Halo? Taiga, kau ada dimana sekarang aku sedang berada di lapangan di pinggir kota, kapan kau mau kemari?” aku bisa mendengar Murocchin sedikit mengomel pada sahabat karibnya, kalau padaku dia tidak akan seperti ini—paling dia hanya menegurku dan mengatakan hal yang kulakukan itu salah—tapi mungkin karena sudah lama bersama jadinya Murocchin tidak sesopan itu pada Kagamicchin. Sementara Murocchin sedang menelepon aku duduk sambil membuka makanan ringan ketigaku hawa dingin membuat perutku lebih keroncongan daripada biasanya, “Hng, susah...” dumelku seraya terus menarik-narik bungkusan menyebalkan bergambar kentang imut di depannya, saking sebalnya aku langsung melirik ke arah Murocchin tapi dia masih menelepon padahal aku ingin minta bantuannya untuk membukakan plastik konyol ini tapi kalau begitu namanya kan tidak sopan, lagipula selama ini aku seperti hidup bergantung pada Murocchin. Tidak ada alasan khusus sih, tapi apa-apa serba Murocchin bahkan Kurocchin pernah bilang kalau Murocchin seperti ibuku(dan itu membuatku langsung melongo), daripada aku disebut tidak punya muka lebih baik aku mencoba membuka kantong ini dengan caraku sendiri.

“Aku harus ambil sesuatu yang tajam” aku menengok ke kiri dan ke kanan berharap ada yang menjatuhkan gunting atau mungkin golok untuk menyelesaikan masalahku, “Nggak ada....” bagaimana ini aku sudah lapar dan musuhku sekarang hanyalah sebuah plastik memalukan berbentuk bantal gembung yang sedari tadi membuatku darah tinggi. “Butuh ini?” Murocchin menyodorkan sebuah gunting kecil, seperti melayang ke surga saat ini perasaanku amat bahagia—lebih bahagia daripada mendapatkan nomor lotre—dengan tergesa aku membuka bungkus makananku dan...,

            BRAAK!  Sebuah mobil bak pengangkut kaca yang melintas di depan halte kami terbalik bukan hanya itu saja sekarang kaca besar yang lebarnya dua kali badanku langsung oleng dan jatuh, ke arah KAMI! “Murocchin!!” spontan aku mendorong tubuh Murocchin yang masih memegang ponselnya tersebut hingga kami berdua jatuh membentur terotoar, aku bisa merasakan kaca tersebut membentur bangku halte dan pecah berhamburan—sebagian kaca terbang ke arah kami meski tidak memberi luka yang berarti—kututupi tubuh kecil Murocchin yang tertelungkup di beton jalan yang basah karena hujan. 

“Oi, Tatsuya! Kau bisa dengar aku, hei!? Jangan kemana-mana, tetaplah di sana!”
Ponsel Murocchin lalu mati karena terguyur air hujan, kami mengerang kesakitan setelah kejadian mengerikan itu berlalu dan sekarang beberapa orang mulai berdatangan ke arah kami. Badanku seperti remuk lantas aku menarik diri dan duduk di depan Murocchin.
“Hei, kalian baik-baik saja? Tidak ada yang luka,kan? Coba periksa bagaimana keadaan sopir dan penumpangnya!” salah satu warga menghampiri kami lantas beralih ke mobil bak yang sudah terbalik beberapa meter dari posisi kami sekarang, “Ugh, gawat. Cepat panggil pemadam kebakaran, pengemudinya tergencet badan mobil. Astaga, ada penumpang lain di luar mobil cepat periksa!” seru pria setengah baya tersebut. 

“Kau tak apa-apa Atsushi?” tanya Murocchin masih dengan posisi duduk dan wajah pucat, dia berusaha menekan ketakutannya sementara aku baru menyadari ada rasa ngilu di tangan kananku, “Atsushi, punggung tanganmu kena kaca!”. “Cuma tertancap sedikit kok, nanti juga sembuh, lebih baik sekarang kita hubungi Kagamicchin lagi. Ponselmu baik-baik saja?” kataku mencoba menenangkannya. 

            “Ponselku mati, sepertinya karena benturan dan air hujan...”
            “Batere ponselku habis, jadi bagaimana?” hening, kami sama-sama kebingungan pasti Kagamicchin gelisah karena pembicaraan terputus begitu saja. Di saat genting seperti ini ingin sekali aku membawa sebuah telepon umum untuk berjaga-jaga tapi itu tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi. 
“Pe, penumpang ini..., dimana bagian bawah tubuhnya!? Hei, jangan masuk ke TKP! Cepat menyingkir sekarang!” Uh-Oh. Kami berdua langsung menghampiri kerumunan tersebut, pemadangan yang kami lihat jauh lebih mengerikan dibanding tangan pelanggan toko yang tercabik-cabik mesin penghancur kertas, kami bisa melihat tubuh pemuda di aspal jalanan tersebut hanya setengah badan, bagian bawah badannya tidak ada tentu saja kami bisa melihat dengan jelas separuh badannya yang terpotong dengan usus yang terburai serta organ-organ dalamnya yang berserakan seperti mainan berlendir di tengah guyuran hujan.

            “Perutku mual...” desisku pelan, bukan hanya itu saja kepalanya gepeng seperti ikan makarel aku bisa membayangkan bagaimana dia terjepit dan badan atasnya terlempar keluar jendela sementara kaca besar di belakang bak mobil terlempar kearah kami dan tak luput melukai kepala si sopir juga(karena si kepala si sopir tersebut ditemukan beberapa bilah kaca yang tertancap lumayan dalam) ini adalah teror seumur hidupku. 

            “Kalian bisa menjelaskan bagaimana hal ini bisa terjadi?” tanya seorang petugas kepolisian yang tiba-tiba datang dari arah TKP.
            “Saya dan teman saya sedang menunggu di halte tak jauh dari sini, saat kami sedang menunggu tiba-tiba mobil itu oleng sendiri dan menghempaskan kaca besar tersebut ke arah kami” terang Murocchin .
            “Apa kalian terluka?” sungguh pak polisi mulia, dia mengkhawatirkan kami, “Tidak. Tapi tangan teman saya sempat tertancap pecahan kaca” sungguh Murocchin yang baik hati padahal dia tidak perlu ngember soal tanganku yang lecet karena kaca seperti itu.
            “Oh, kalau begitu cepat pergi ke ambulans di sana dan minta paramedis untuk memberikan pengobatan. Luka sekecil apapun bisa berbahaya bila didiamkan, kami yang urus masalah ini kalian bisa pulang dan kunci rumah segera karena akhir-akhir ini banyak kejadian tidak menyenangkan” pesan pak polisi dengan nada berwibawa tapi apa yang dia maksud dengan ‘kejadian tidak menyenangkan?’
            “Atsushi, ayo kita ke ambulans lukamu harus diobati!” ajak Murocchin.
           
“Nggak usah, nanti juga sembuh sendiri lebih baik beli perban lalu—“
            “Atsushi, kalau kau tidak menurut padaku akan kupastikan menu latihanmu akan ditambah secara instan oleh pelatih karena tindakan konyolmu melindungiku sampai tanganmu terluka,  bagaimana kalau nanti luka itu infeksi lalu membusuk dan tanganmu terpaksa di amputasi lalu—“
            “Egh.., iya, iya cukup oke aku akan menurutimu tapi jangan katakan hal menyeramkan itu! kau mau kehilangan salah satu Center di klub?” potongku jengkel, “Jadi kau mau menyalahkanku bila karier basketmu musnah karena kehilangan tangan kanan? Bukankah itu perbuatanmu sendiri kenapa kau mau bersusah-payah melindungku...” kuakui kali ini aku tidak mau membantahnya, selain jago bermain basket dan pocker face dia sangat pandai berbicara—walau perkataannya sadis dan tidak berperasaan—tapi aku tahu dia mencemaskanku jadi aku mengalah saja.
            “Tidak ada luka serius kok, lebih baik kalian hati-hati karena banyak kecelakaan terjadi” seorang wanita dengan topi putih dan jaket tebal bertudung itu menyelesaikan bebatan terakhirnya di tangan kananku, suster berparas cantik yang hangat ini kemudian memberikanku sebuah gulungan. Koran hari ini? 

            “Kalian harus membacanya, aku sarankan setelah kalian pulang sekolah untuk tidak kemana-mana semenjak tadi siang hingga kini kami sangat kewalahan dengan berbagai panggilan mendesak akibat kecelakaan tak terduga. Polisi memperkirakan ini sepertinya dilakukan oleh oknum-oknum terselubung tapi tidak ada tanda-tanda kesengajaan di tiap kasus yang kami tangani. Untuk berjaga-jaga saja, lebih baik kalian terus memantau perkembangan, sangat disayangkan kalau kalian terluka oleh hal konyol di usia semuda dan seproduktif ini” jelas suster tersebut lalu mohon undur diri untuk mengurusi jenazah-jenazah siap kubur di TKP. Aku dan Murocchin berpandangan, kecelakaan ini memang terlihat alami dan tidak ada unsur kesengajaan namun bila kecelakaan terjadi dalam waktu yang hampir bersamaan dengan jeda tak terlalu jauh satu dengan yang lain ini patut dicurigai. 

              Terutama dengan adanya penusukan sadis Kise-chin yang sampai sekarang masih membuatku bertanya-tanya siapa pelaku penusukan itu. “Koran hari ini?” tanya Murocchin yang sudah kembali di sampingku setelah mengemasi barang-barang yang ada di halte, “Aku tidak suka langganan koran makanya tidak tahu” ucapku lalu Murocchin mengambil koran tersebut dan membacanya. 

            “Kecelakaan Beruntun Dalam Sehari. Siswa SMA Kaijou dan SMA Kirisaki Daichi dilarikan ke rumah sakit akibat penusukan sadis, satu korban ringan dan satu korban kritis. Pelaku masih dalam penyelidikan” Murocchin membaca rubik paling atas di halaman depan, astaga apa itu artinya selain Kise-chin ada anak SMA Kirisaki Daichi yang jadi korban?! “Aku tak menyangka sepertinya ini bukan masalah biasa” ucap Murocchin lalu serta merta memasukkan koran tersebut ke tasnya. “Jam berapa sekarang?” tanyanya. “20.18, sudah larut jadi bagaimana?” jawabku meminta pendapat Murocchin yang tetap memperhatikan jalanan yang masih sibuk dengan kecelakaan naas tadi. 

“Aku mau beli minum sebentar, dekat sini ada mesin penjual minuman kau mau apa?” Murocchin menawariku lalu aku berpikir sejenak, karena dari tadi banyak yang terjadi entah kenapa aku mendadak haus, “Aku mau fanta dong” jawabku. “Oke, tunggu sebentar ya!” Murocchin melenggang pergi ke arah mesin penjual minuman dekat halte, kira-kira 3 meter dari tempat kami berada. Karena aku adalah tipe orang yang cepat bosan akhirnya aku memutuskan untuk jalan-jalan sebentar ke lapangan basket yang dibatasi oleh jaring-jaring hitam di sekitarnya, melihat tempat lapangan yang begitu kosong dan tidak ada siapa-siapa aku merasa seperti sudah berada di alam baka habis suasana di jalan ini sepi sekali beberapa kerumunan yang tadi sempat meramaikan jalanan sudah lenyap seketika. 

Hmm... sebenarnya apa yang terjadi,ya? Kenapa Kurocchin bahkan Akacchin tidak memberitahuku apa-apa. Jangan-jangan mereka menghubungiku tapi ponselku mati, ck, harusnya aku men-cash ponselku di rumah kalau tahu akan jadi begini” aku merutuki kecerobohanku sambil terus menatap lurus ke arah lapangan yang basah, “Murocchin sudah belum ya?” tepat ketika aku hendak berbalik ada sesuatu yang menabrakku lumayan keras dan aku bisa mendengar bunyi gedebuk nyaring di depanku(inilah sulitnya punya badan besar, sesuatu tampak terlalu kecil di mataku) setelah aku melirik ke bawah dan menemukan siapa yang menabrakku tadi hatiku mencelus sosok mungil yang terduduk di bawahku. 

“Lho, Kina­cchin. Kau tidak apa-apa?” ya, dia Kinako Yukihira, biasa kupanggil Kinacchin. Dia teman SMPku bersama Kurocchin dan yang lainnya lalu dia masuk ke SMA Seirin sedangkan Hanecchin adik kembarnya ke SMA Touou tempat Aominecchin dan Momocchin bersekolah, sedang apa dia di sini? 

Tapi kenapa keadaan Kinacchin terlihat aneh? Karena tidak menjawab aku menepuk lalu mengelus kepala mungilnya itu, dia mendongak(membuatku agak kaget juga) lalu mata kanannya yang berwarna Rubby menatapku dengan sorot yang sangat sedih, di sekitar kelopak matanya menggenang samar air mata yang bercampur dengan air hujan “Kinacchin? Kau kenapa?” tanyaku lagi. Mendadak anak itu langsung memegang jaketku lalu, 

“Uuh... Midori-nii..” dia menangis meraung-raung, ekspresi yang jarang diperlihatkannya karena selama yang kutahu dia tidak pernah bersikap secengeng ini lalu entah kenapa melihat Kinacchin menangis membuatku marah, “Midocchin bilang apa padamu?” tanyaku, dia menggeleng dan terus menangis. 

            “Dia yang membuatmu menangis,ya?” yah, sepertinya aku paham perasaan Kurocchin dan Kagamicchin yang murka akibat ulah Minecchin saat di pertandingan W.C alasannya hanya satu; Kinacchin menangis. Karena kali ini aku yang di buat kesal oleh Midocchin karena perbuatannya ini aku harus mencari lalu melabraknya sekarang juga! 

            “Atsushi, ini fanta yang kau pesan maaf tadi ada sedikit masalah, eh kok ada Kinako-chan? O, oi Atsushi kau mau kemana?” Murocchin berseru padaku ketika tanpa permisi aku langsung melesat pergi begitu saja.
            satu hal yang aku tahu sekarang adalah Midocchin ada di rumah sakit pusat karena sebelum ponselku mati Midocchin bilang dia mau menjenguk Kise-chin jadi tanpa ba-bi-bu aku melesat pergi ke Rumah Sakit Pusat Tokyo dengan Shinkasen dalam waktu kurang dari 30 menit,  di sinilah aku sekarang berada di lorong yang putih dan beberapa pasang mata menatapku ngeri. Jelas saja aku sedang kesal dan marah, lalu Aomine meneriakkan namaku seolah-olah aku malaikat maut siap membawa nyawa siapapun di situ.
            “MU...MURASAKIBARA...?”
...
...
....
KAGAMI TAIGA POV
Lapangan pinggir kota. 20.45 p.m 

            Berlari dari rumah sakit sampai ke lapangan pinggir kota membuatku hampir tewas.
            Saking paniknya karena Tatsuya tidak mengangkat telepon maupun membalas e-mail dariku membuat kepalaku dipenuhi oleh ribuan sugesti mengerikan yang berubah menjadi imajinasi liar dan membuatku dihantui mimpi buruk sehingga aku berlari seperti orang gila hingga...,

            “Kau kenapa Taiga?” Aargh, bagus sekarang aku malah seperti orang bodoh yang rela berbasah-basahan demi memastikan satu nyawa tidak hilang dalam sekejap dan orang yang malah kucemaskan dengan santai memandangiku lewat matanya yang sipit itu, “Kau baru saja bertemu dengan seorang pembunuh atau dikejar-kejar oleh pembunuh?” tanya Tatsuya sambil melambai-lambaikan tangannya memastikan kalau aku sebagai sahabatnya tidak mati mendadak di sana. 

            “Dasar Tatsuya sialan! Apa sih maumu itu seenaknya memutus telepon lalu tidak membalas satupu e-mail, brengsek! Kau hampir membuatku kehilangan jantung.” semburku kepada sahabat kecilku ini sampai-sampai Kinako yang sedari tadi—dan baru kusadari dia ada di sana—yang berada di samping Tatsuya langsung bersembunyi di balik badannya. 

            “Taiga bisakah kau tenang sedikit, aku tidak keberatan kau mau memarahiku atau mau mengadukan hal ini kepada Alex tapi tolong kau kecilkan volume suaramu karena anak manis di belakangku sudah siap lari kalau kau marah-marah lebih dari ini” jawabnya kalem, aku melirik ke arah Kinako yang sudah mengkeret dengan membenamkan wajahnya di lengan Tatsuya serta mencengkram erat tangannya dan bila Tatsuya melepaskannya maka Kinako bakal lari menjauhiku, mau tidak mau aku menarik napas lalu mengumpulkan seluruh akal sehat yang lenyap entah kemana lagipula aku kemari juga bukan karena mengkhawatirkan Tatsuya saja tapi aku memang berniat mengejar Kinako yang tiba-tiba kabur begitu saja, jadi kalau aku membuatnya takut maka dia akan kabur lalu rencanaku akan sia-sia. 

            “Huh, baiklah-baiklah aku minta maaf, Kinako tidak apa-apa aku tidak marah padamu...” ucapku setenang mungkin, dari balik rambut poninya yang panjang aku bisa melihat mata Kinako yang berangsur-angsur kembali normal. Baguslah kalau begitu, “Jadi kenapa kau terlihat terengah-engah begitu Taiga?” tanya Tatsuya langsung mengalihkan perhatianku.
            “Apa kau tidak menerima penjelasanku di e-mail waktu itu?” tanyaku balik.
            “Oh, soal kejadian itu? Seperti yang kau lihat aku baik-baik saja kok” jawabnya dengan senyum cerah atau kubilang senyum yang menyiratkan aku-baik-baik-saja-dasar-bodoh- Cih, kalau begini jadinya aku tidak perlu mengkhawatirkannya. 

            “Tatsu-nii jaketmu kok sobek?” Kinako menarik lengan Tatsuya, aku langsung mengcengkram bahu dan memutar badanya. Ouch, sepertinya ada bekas robek di bagian bawah jaket ungunya, tentu saja Tatsuya terlihat gelisah dengan tatapanku lalu dengan sengit aku bertanya padanya. 

            “Jadi apa yang terjadi T-A-T-S-U-Y-A?” dengan menekan nada bicaraku saat mengucapkan namanya dan tetap mencengkram bahunya agar dia tidak melarikan diri dari sana akhirnya Tatsuya terlihat menyerah, “Maaf Taiga, tadi sempat ada kejadian yang membuat kami hampir kehilangan nyawa” Shit! Benar,kan dugaanku pasti ada apa-apa. Aku mendelik sementara Tatsuya langsung menyingkirkan tanganku perlahan lalu mencoba membawa suasana setenang mungkin(walau hatiku tidak tenang sepenuhnya).

   “Aku dan Atsushi baru saja kembali dari belanja, sayangnya ada beberapa kejadian tidak baik yang membuat kami langsung enggan bergerumul dengan orang-orang”

    “Pakailah bahasa yang mudah dipahami, kau ingat otakku hanya mampu menerima seperempat makna berbahasa tinggi dalam bahasa Jepang,kan?” tentu saja aku mengakui kalau daya tangkapku kurang baik—minus basket tentu karena aku menguasainya—bagiku melihat kerumunan kanji dan angka adalah siksaan paling menjijikan seumur hidupku gara-gara pentium otakku yang bahkan tidak lebih baik daripada pentium komputer keluaran terakhir yang masih bisa menghitung rumus kalkulasi atau itulah namanya aku tak tahu.

     Intinya sekarang aku sedang mencerna kata-kata super rumit Tatsuya dan nihil. “Sewaktu kami belanja di mini market seorang pelanggan terkena mesin penghancur kertas” Hah?! “Sekarang beberapa menit lalu sebuah mobil bak terbuka dengan muatan kaca yang dua kali badan Atsushi terguling dan hampir menimpa kami, salah satu korbannya kehilangan separuh badannya dan sang sopir yah tak jauh beda, mereka tewas di tempat”
            aku langsung cengo mendengar penuturan Tatsuya, jadi dalam beberapa menit atau  mungkin dalam hitungan yang tak lama sudah separah ini insiden yang terjadi.  “Saat aku menyebrang, ada tabrakan antara pengendara motor dan mobil, pengendara tewas begitu saja” mulut kecil Kinako mengeluarkan sejumlah kata-kata mengerikan yang membuatku bergidik.
            “Jadi, sepertinya ini benar-benar masalah serius. Banyak orang terluka dan bukan hanya para pemain basket saja yang diincar” ujarku sambil mengawasi keadaan sekitar sepertinya ada sesuatu yang mengawasi kami, dari reaksi Kinako yang matanya mulai menunjukkan gejala-gejala bahwa ada-sesuatu-yang-tidak-beres membuatku langsung panik dan terus berjaga-jaga. Tidak ada apapun, tapi sialnya aku malah menjerit ketika semak-semak di belakang kami bergoyang-goyang sendiri!

            Tidak ada yang bergerak, suasana semakin horor dan semak itu terus bergerak-gerak liar di dalam kepalaku sekarang adalah kalau kami maju dan membuka semak tersebut maka sesosok makhluk berwajah rusak dan rambutnya yang awut-awutan sembari memegang belati langsung menyeringai kepada kami, tidak, tidak, tidak! Kagami Taiga, kalau kau sampai mati hanya hal seperti ini kau tak pantas menyandang gelar ‘ACE’ untuk seumur hidupmu! Dalam ketegangan yang sangat mencekam kami lalu saling berpandangan kemudian aku memberanikan diri maju untuk menyibak semak-semak sialan yang sedari tadi terus-terusan bergerak tidak karuan, aku siap menggebuki siapapun atau apapun yang melompat di depanku lalu dalam hitungan ketiga aku secara tergesa menyibak semak tersebut. 

            “Satu...dua..., tiga! Gyaaa..!!” aku langsung terjerembap ketika sesosok hitam menyeruak dari semak-semak itu.
            “Saya!” aku langsung melotot ketika ternyata yang menyongsongku itu adalah seekor kucing bermata emas dengan lonceng di lehernya, itu kucing milik Kinako, Saya dan sekarang kucing sialan itu sedang duduk diatas perutku yang masih terkapar di atas trotoar.
            “Manisnya, kucing ini milikmu?” tanya Tatsuya. Menyedihkan masa dia tidak menolongku untuk berdiri?
            “Iya, namanya Saya. Saya sedang apa kau di sini? Ah, itu buku yang tadi darimana kau dapatkan ini?” tanya Kinako seraya menggendong kucing kecil berekor panjang itu, “Miaw, miaw” Saya hanya mengeong sambil tetap menjilati badannya ah, ya dia kan hanya kucing mana mungkin aku interogasi.
            “Kinako-chan buku apa itu?” Tatsuya memandang buku bersampul cokelat mencurigakan yang awalnya aku bawa di tas sekarang sudah ada di tangan Kinako, Kinako hanya diam dia tidak menjawab sepatah katapun.
            “Aku tidak keberatan dengan apa yang kau sembunyikan. Tapi mengingat karena adik kembarmu sepertinya mati-matian menjaga rahasia kecil merepotkan itu bagaimana kalau kau sedikit terbuka pada kami?”  gadis kecil itu menatap kami, dari balik surai hitam rambutnya dia menyunggingkan senyum tipis.
            “Kurasa aku harus berhenti untuk keras kepala. Baiklah, akan kuceritakan semuanya...” Kinako terdiam sebentar lalu di saat rintik hujan mulai datang kembali dia melanjutkan dengan suara parau, “Akan kuceritakan apa yang terjadi pada kalian berdua tapi sebelumnya, aku ingin kalian ikut denganku”
            Aku menelan ludah, apa yang akan kudengar akan menjadi sebuah fakta penting tapi kemana Kinako akan membawa kami?
            “Kau mau mengajak kami kemana?” tanyaku
            Ujung bibir Kinako melengkung sedikit, “SMP TEIKOU”.
..
.....
....
 
MIDORIMA SHINTAROU POV :
 Rumah Sakit Pusat Tokyo. 20.57 p.m

           Jujur saja ada beberapa hal yang membuatku takut di dalam hidupku.
           Aku takut tidak membawa Lucky item milikku setiap hari karena itu adalah peruntungan dari Oha Asa yang tentu saja aku mempercayainya, aku takut kalah meski aku sudah dikalahkan oleh Seirin tapi tentu saja kekalahan adalah hal menakutkan secara umum meski tidak menimbulkan teror atau mimpi buruk, aku takut ibuku marah(sudah pasti), dan sekarang aku takut karena sosok kawan lamaku berdiri dengan hawa membunuh yang hanya berjarak 40 cm dari tempatku berada. 

           Murasakibara yang berbodi besar membuatku bertambah ngeri ketika dia mengerling tajam dan semburat cahaya kemarahan di sepasang mata ungunya menohok mataku—seperti terkena laser—aku langsung memasang pertahanan sekuat mungkin karena aku tidak mungkin kalah darinya, lagian kenapa dia tiba-tiba datang dengan wajah angker seperti itu?
           “Mu, Murasakibara? Ke,kenapa kau di sini?” tanya Aomine
           “Aku sedang kesal” jawabnya singkat, Good perasaanku tidak baik akan hal ini.
           “Hentikan, Murasakibara. Kenapa kau tiba-tiba datang dan marah-marah seperti ini? kalau kau berkenan untuk bicara cepatlah katakan apa yang terjadi!” Akashi seperti biasa menguasai keadaan dan dengan ucapannya itu kemarahan Murasakibara sepertinya sedikit mereda lalu pundaknya sudah tidak setegang beberapa saat lalu.
           “Mukkun kau kenapa, apa yang membuatmu kesal? Maaf, tapi kami sama sekali tidak mengerti karena banyak yang terja—“
           “Midocchin membuat Kinacchin menangis!” Murasakibara langsung memotong perkataan Momoi dengan suara seseram auman Godzilla jelas membuat kami disitu langsung bergidik ngeri. Tunggu, aku membuat Kinako menangis?
           “Apa maksudmu, aku membuat anak itu menangis? Jangan bercanda memangnya darimana kau tahu masalahnya!” kutinggikan nada bicaraku berharap Murasakibara sedikit takut tapi aku malah menuangkan minyak ke dalam api, Murasakibara malah semakin marah. 

           “Kau membuat Kinacchin menangis, apa sih yang kau katakan?! Aku tadi ketemu Kinacchin di jalan lalu dia menangis meraung-raung sambil menyebut namamu jadi jelas kan pasti Midocchin yang membuat Kinacchin menangis seperti itu!” 

           Aku membeku mendengar penjelasan Murasakibara sementara sekarang beberapa pasang mata mengarah padaku dan aku merasakan pandangan Kuroko yang berubah tidak senang dengan penuturan itu. Tapi aku hanya keceplosan, aku tidak berniat menjahati anak itu dan sekarang kebodohanku malah berujung seperti ini.
           “Aku tidak berniat jahat! Aku hanya terlalu terbawa emosi, anak itu membuatku sebal karena tingkahnya” sanggahku, “Tapi bukan berarti kau membuatnya menangis Midorima-kun!” selak Kuroko, Crap aku sekarang dirayapi rasa bersalah. Bagaimana ini?

           “Anu, maaf tapi Shin-chan tidak bermaksud seperti itu. Aku juga kesal karena ucapan bodohnya pada Kinako-chan tadi tapi aku pikir itu karena sepertinya Kinako-chan memang menyembunyikan sesuatu” Takao berdiri dari posisi duduknya lantas mengambil posisi di sampingku, “Menyembunyikan sesuatu?” tanya Akashi. “Aku merasa anak itu menutup sesuatu dari kita semua” jawabku.

           “Karena itu tolong jangan mengamuk dulu Murasakibara, aku tahu perasaanmu karena...”.
           “Kinacchin itu sedih, dia menderita dari SMP! Aku tahu karena aku sering melihatnya menangis sendirian di belakang sekolah, aku tidak suka melihatnya karena itu aku marah karena Midocchin membuat Kinacchin menangis! Aku tidak suka!” bentak Murasakibara lalu semua terdiam tentu saja karena siapapun di sini tahu kalau meski anak itu mungil dia tidak sekuat kelihatannya membiarkan adik kembarnya bahagia sementara dirinya sendiri tidak siapapun yang melihatnya pasti akan merasa sesak dan kasihan tapi aku teringat akan kata-katanya ; “Jangan melakukan hal yang tidak berguna, mengasihani sama saja melakukan hal yang tidak berguna”, kata-kata itu benar-benar menempel di kepalaku.
           “Maafkan aku, aku tahu kau berhak marah itu memang salahku” ucapku sembari merapatkan jaket karena udara terasa jauh lebih dingin daripada sebelumnya,“Ngomong-ngomong kemana teman-temanmu Akashi?” tanyaku mengalihkan diri dari pertengkaran konyol ini, aku bisa menyelesaikan perselisihanku dengan Murasakibara nanti kalau kasus ini tuntas.
           “Aku rasa mereka sedang menjaga Kohane, soalnya mereka tidak keluar dari bangsal” jawab Akashi tapi sebelum pembicaraan kami berakhir, aku melihat sesuatu merayap di balik jendela tepat dimana Akashi sosok itu memiliki rambut acak-acakan dan sebuah bola mata yang mendelik-delik ngeri! “AKASHI!!” teriakan itu berasal dari mulutku dan semua orang langsung terperanjat dalam hitungan detik kaca jendela rumah sakit langsung pecah berhamburan!

           “Akashi!!” aku tidak tahu darimana sosok Eikichi Nebuya tiba-tiba sudah melindungi Akashi dari pecahan kaca yang berterbangan, sementara teriakan Momoi dan jeritan-jeritan aneh memekakkan telingaku membuat suasana semakin tidak terkendali.”KUROKO!” aku melihat sosok bayangan dengan pisau dapur sebesar tangan Murasakibara menerjang ke arah Kuroko, tak berselang lama Kuroko langsung terlempar ke arah berlawanan dan yang kulihat adalah perut Hanamiya sekarang tertancap oleh pisau mengerikan itu.

           “Ha, Hanamiya-san ...?”
           “Heh, anggap saja ini sebagai balas budi saat semifinal”
Di depan mataku hanya darah dan kaca-kaca yang berserakan, ini mimpi buruk!!
...
....
....... TO BE CONTINUED 

Minggu, 18 Januari 2015

BUNGA MATAHARI (20/01/15)



BUNGA MATAHARI (20/01/15)-- 03.08.2014
            Bagiku dunia itu seperti kepingan puzzle
          Yang hilang tidak bisa tergantikan, kalau hilang maka akan berlubang
          Kepingan yang rusak, akan kubuang
          Aku hidup seperti itu,  duniaku redup
          Itu tentang diriku, sayang... kau pasti tahu.
Aku suka bunga
Terutama Bunga Matahari, mereka terlihat begitu menyilaukan.
Aku suka Mawar, mereka terlihat anggun dan cantik.
Tapi aku suka Bunga Matahari, mereka kokoh
Seolah mengatakan, ‘Hiduplah, tersenyumlah, seperti kami’
          Bunga Matahari itu mirip sekali..
          Mirip sekali denganmu, menyenangkan dan hangat.
          Tidak bisa kuungkapkan, betapa menyilaukannya dirimu
          Terima kasih, kau sudah meneranginya
          Terima kasih sudah melindungiku, kau pasti membacanya
Maaf, mungkin aku tidak sesempurna itu
Maaf aku hanya bisa sebatas memberi semangat
Tapi aku percaya, karena kau Bunga Matahariku
Seberat apapun, kau pasti bisa tumbuh bersama matahari
          Tidak apa, aku ingin melihatmu bersinar.
          Aku suka dirimu yang seperti itu, hangat dan ceria
          Aku tidak akan membiarkan Bunga Matahariku layu
          Aku sangat menyayangimu, kau mengerti kan, jadi biarkan aku...
          biarkan aku bersinar bersamamu
Bunga Matahari yang berkilauan, itulah dirimu.
Aku tidak akan membuatmu kering dan sedih
Mulai sekarang aku akan tersenyum, aku akan bahagia
Di sampingmu, HII KUN... kau selalu jadi Bunga Matahariku yang kusayangi

--Untuk seseorang yang sangat kusayangi, terima kasih sudah menjadi bagian dari diriku, terima kasih sudah menyayangiku, kupersembahkan untuknya--

: R.M. WAHYU HIDAYAT.